Hisab Pada Hari Pembalasan
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Ustadz Abu Asma
Kholid Syamhudi .Lc
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2013 - 1434
يوم
الحساب والجزاء
« باللغة الإندونيسية »
الأستاذ أبو أسماء خالد شامهودي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2013 - 1434
Hisab
Pada Hari Pembalasan
Segala puji hanya untuk Allah
Shubahanhu wa ta’alla Ta'ala,
shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya. Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan
salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai
kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui
peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di
antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman
kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan
adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allah Ta’alla lalu dihisab. Sehingga
hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.
Pengertian Hisab
Pengertian hisab disini
adalah, peristiwa dimana Allah Shubahanhu wa ta’alla menampakkan kepada manusia amalan mereka di
dunia dan menetapkannya. Atau Dia mengingatkan dan memberitahukan
kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menyatakan, Allah Shubahanhu wa ta’allaTa’alla akan menghisab seluruh
makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.Syaikh
Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah
makna al muhasabah (proses hisab).Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin
menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari
Kiamat.
Hisab menurut istilah aqidah memiliki
dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), mempunyai dua pengertian.
1.
Pengertian umum, yaitu seluruh
makhluk ditampakkan di hadapan Allah Shubahanhu
wa ta’alladalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup
orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
2.
Pemaparan amalan maksiat kaum
Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan
orang lain) dan pengampunan Allah Shubahanhu
wa ta’allaTa’alla atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan
(hisab yasir).
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan hisab
(perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.
Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai
perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya
terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan
dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya. Rasulullah Shalallah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ
أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ
يَهْلِكْ » [ متفق عليه ]
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah
bertanya,”Bukankah Allah Shubahanhu wa ta’allaTa’alla telah
berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” Maka
Rasulullah ShalAllah Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun
barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun
‘alaihi].
Hisab Pasti Ada
Kepastian adanya hisab ini telah
dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Shubahanhu wa ta’alla Subhanahu wa Ta’ala :
قال الله تعالى: ﴿فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ
٧ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا﴾ [الانشقاق: 8-7]
Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
قال الله تعالى: ﴿وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ
١٠ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا ١١ وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا﴾ [الانشقاق: 12-10]
Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
[al Insyiqaq / 84:10-12].
قال الله تعالى: ﴿إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ ٢٥ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ﴾ [الغاشية: 26-25]
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya
kewajiban Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 :
25-26].
قال الله تعالى: ﴿
ٱلۡيَوۡمَ
تُجۡزَىٰ كُلُّ نَفۡسِۢ بِمَاكَسَبَتۡۚ لَاظُلۡمَ ٱلۡيَوۡمَۚ إِنَّ ٱللَّهَ
سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ﴾ [المؤمن:١٧]
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang
diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah
Shubahanhu wa ta’alla amat cepat hisabnya. [al
Mu’min / 40 : 17].
Sedangkan dalil dari Sunnah
Rasulullah ShalAllah Shubahanhu wa
ta’allau ‘alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam
Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shalallah
Shubahanhu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ
الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ» [رواه مسلم]
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah)
bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman
‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun
barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah Shubahanhu wa ta’alla memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hamba -Nya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah Shubahanhu wa ta’allamemaafkan dan mengampuninya.
Demikian juga umat Islam, sepakat
atas hal ini.Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah
berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.
Hisab Manusia dan Jin
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah Shubahanhu wa ta’alla akan menghisab
seluruh makhluk -Nya”.
Dari pernyataan ini, Syaikhul
Islam menjelaskan, bahwa Allah Shubahanhu
wa ta’alla akan menghisab seluruh makhluk -Nya. Namun ini termasuk
menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja.
Yaitu khusus yang Allah Shubahanhu wa
ta’alla bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada amalan
baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin. Begitu pula Syaikh Ibnu
‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup jin, karena mereka
mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke dalam neraka, sebagaimana
disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah Shubahanhu wa ta’alla menyebutkan :
قال الله تعالى: ﴿قَالَ ٱدۡخُلُواْفِيٓ أُمَمٖقَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِكُم
مِّنَٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ فِي ٱلنَّارِ﴾ [الأعراف: ٣٨]
Allah
Shubahanhu wa ta’alla berfirman: "Masuklah kamu sekalian
ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum
kamu… [al-A’raaf/ 7:38]
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Shubahanhu wa ta’alla: Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohon dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. [ar Rahman / 55 : 46 – 56].
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu
mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang
tidak memiliki pahala dan dosa.
Adapun orang kafir, apakah dihisab
ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di
antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan
sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata "hisab" adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman:
Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata "hisab" adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ
ٱللَّهِ زِدۡنَٰهُمۡ عَذَابٗا
فَوۡقَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُواْ يُفۡسِدُونَ ﴾ [النحل: ٨٨]
فَوۡقَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُواْ يُفۡسِدُونَ ﴾ [النحل: ٨٨]
Orang-orang
yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah Shubahanhu wa ta’alla,
Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu
berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].
قال الله تعالى: ﴿إِنَّمَاٱلنَّسِيٓءُ
زِيَادَةٞ فِي
ٱلۡكُفۡرِۖ ﴾ [التوبة: ٣٧]
Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran.
[at Taubah / 9:37].
Apabila adzab sebagian orang kafir
lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal
kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk
masuk syurga.
Dengan penjelasan Syaikhul
Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian
menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam
pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat
untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka.Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman :
قال الله تعالى: ﴿
أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ بَِٔايَٰتِ
رَبِّهِمۡ وَلِقَآئِهِۦ
فَحَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فَلَانُقِيمُلَهُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِوَزۡنٗا ﴾ [الكهف: ١٠٥]
Mereka
itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap)
perjumpaan dengan -Dia, maka hapuslah
amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan)
mereka pada hari Kiamat. [al Kahfi / 18 : 105].
Amalan Orang Kafir di Dunia
Amalan kebaikan yang
dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan
padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat
baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam
padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang
tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya
di dunia.
Syaikh Kholil Haras
menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang
kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan
mendapati lembaran kebaikannya kosong”. Demikian ini, karena Allah Shubahanhu wa ta’alla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَاعَمِلُواْمِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ
هَبَآءٗمَّنثُورًا﴾ [الفرقان: ٢٣]
Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. [al Furqaan/ 25 : 23].
قال الله تعالى: ﴿مَّثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْبِرَبِّهِمۡۖ أَعۡمَٰلُهُمۡ
كَرَمَادٍٱشۡتَدَّتۡ بِهِ ٱلرِّيحُ فِي يَوۡمٍ عَاصِفٖۖ
لَّايَقۡدِرُونَ مِمَّاكَسَبُواْعَلَىٰ شَيۡءٖۚذَٰلِكَ هُوَ ٱلضَّلَٰلُ ٱلۡبَعِيدُ﴾ [ابراهيم: ١٨]
Orang-orang
yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup
angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. [Ibrahim / 14 : 18].
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya.
Cara Hisab
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,
dan Allah Shubahanhu wa ta’alla
sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ
لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى
إِلَّا مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلِهِ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا
مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ تِلْقَاءَ
وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ » [رواه مسلم]
Tidak ada seorangpun dari kalian
kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan
Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah
dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah
dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di
hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah
ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allah Shubahanahu wa ta’alla menyebutkan :
قال الله تعالى: ﴿وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ
فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ
مُشۡفِقِينَ مِمَّافِيهِ
وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَا لهذا ٱلۡكِتَٰبِ لَايُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ
وَوَجَدُواْماعَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَايَظۡلِمُ
رَبُّكَ أَحَدٗا ﴾ [الكهف: ٤٩]
Dan
diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan
terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka
kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang
besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah
mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 :
49].
Allah Shubahanhu wa ta’alla memang menulis semua amalan hamba -Nya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firman -Nya:
قال الله تعالى: ﴿فَمَنْ
يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
شَرًّا يَرَهُ﴾ [الزلزلة:8-7]
Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah / 99:7-8].
قال الله تعالى: ﴿يَوۡمَ يَبۡعَثُهُمُ
ٱللَّهُ جَمِيعٗافَيُنَبِّئُهُم
بِمَاعَمِلُوٓاْۚ أَحۡصَىٰهُ
ٱللَّهُ وَنَسُوهُۚ
وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ شَهِيدٌ﴾ [المجادلة: ٦]
Pada
hari ketika mereka dibangkitkan Allah Shubahanhu wa ta’alla semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.
Allah Shubahanhu wa ta’alla mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah
Shubahanhu wa ta’alla Maha Menyaksikan
segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].
Sehingga seluruh pelaku perbuatan
melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan
semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang
perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Shubahanhu wa ta’alla :
قال الله تعالى: ﴿إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا ١ وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا ٢ وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا﴾ [الزلزلة:1-4]
Apabila
bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah
mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya:
“Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan beritanya, [al Zalzalah / 99
: 1-4].
قال الله تعالى: ﴿ٱلۡيَوۡم
َنَخۡتِمُ عَلَىٰٓ أَفۡوَٰهِهِمۡ وَتُكَلِّمُنَآ أَيۡدِيهِمۡ
وَتَشۡهَدُأَرۡجُلُهُم
بِمَاكَانُواْيَكۡسِبُونَ﴾ [يس:٦٥]
Pada
hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. [Yaasin / 36:65]
Cara Hisab Seorang Mukmin dan Kafir
Allah Shubahanhu wa ta’alla yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak
menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. -Dia hanya memaparkan dan
menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya,
tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah Shubahanhu wa ta’alla berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di
dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.
Demikian dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: «سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ
وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا
فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي
نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا
أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ
وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى
رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ » [رواه البخاري]
Aku telah mendengar Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Shubahanhu wa
ta’alla mendekati seorang mukmin, lalu
meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu
(Allah Shubahanhu wa ta’alla ) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah
engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila
selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya
telah binasa, Allah Shubahanhu wa ta’alla
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku
sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir
dan munafik, maka Allah Shubahanhu wa ta’alla
berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb
mereka’. Ingatlah, kutukan Allah Shubahanhu wa ta’alla (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR
al Bukhari].
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allah Shubahanhu wa ta’alla, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(( فَيَلْقَى الْعَبْدَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ
أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ
وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى قَالَ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ
أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي
ثُمَّ يَلْقَى الثَّانِيَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ
وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ
وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ
فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى
الثَّالِثَ فَيَقُولُ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ آمَنْتُ بِكَ
وَبِكِتَابِكَ وَبِرُسُلِكَ وَصَلَّيْتُ وَصُمْتُ وَتَصَدَّقْتُ وَيُثْنِي
بِخَيْرٍ مَا اسْتَطَاعَ فَيَقُولُ هَاهُنَا إِذًا قَالَ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ
الْآنَ نَبْعَثُ شَاهِدَنَا عَلَيْكَ وَيَتَفَكَّرُ فِي نَفْسِهِ مَنْ ذَا الَّذِي
يَشْهَدُ عَلَيَّ فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ
وَعِظَامِهِ انْطِقِي فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ بِعَمَلِهِ وَذَلِكَ
لِيُعْذِرَ مِنْ نَفْسِهِ وَذَلِكَ الْمُنَافِقُ وَذَلِكَ الَّذِي يَسْخَطُ
اللَّهُ عَلَيْهِ )) [رواه مسلم]
Lalu Allah Shubahanhu wa
ta’alla menemui hamba -Nya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku
telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan
menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan memiliki
harta banyak?" Maka ia menjawab: “Benar”. Allah Shubahanhu wa ta’alla berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini
akan menjumpai -Ku?” Maka ia menjawab: “Tidak,”
maka Allah Shubahanhu wa ta’alla
berfirman: “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakan -Ku”. Kemudian (Allah Shubahanhu wa ta’alla)
menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas.
Lalu ia (orang itu) menjawab: "Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepada -Mu, kepada kitab suci -Mu dan rasul-rasul -Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah,"
dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah Shubahanhu wa ta’alla menjawab: "Kalau begitu, sekarang
(pembuktiannya)," kemudian dikatakan kepadanya: "Sekarang Kami akan
membawa para saksi atasmu," dan orang tersebut berfikir siapa yang akan
bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan
tulangnya: "Bicaralah!" Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita
tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib
munafik dan orang yang Allah Shubahanhu wa ta’alla murkai. [HR Muslim].
Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah Shubahanhu wa ta’alla. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah Shubahanhu wa ta’alla
Oleh karena itu, bersiaplah
menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal shalih
yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada
amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah Shubahanhu wa ta’alla memberikan taufiq kepada kita untuk
memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang
pencipta dan mendapat keridhaan -Nya.
Washallahu
‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق